Zaman dulu daun pisang banyak dipakai sebagai tempat makan yang fungsinya sama seperti piring. Untuk mengingatkan kembali pada masa itu, rumah makan Alas Daun di Bandung, Jawa Barat, menyajikan konsep makan beralaskan daun pisang.
Selain dipakai sebagai alas makan, pohon pisang yang berjenis pisang hias ditanam sang pemilik rumah makan, Wawan Hermawan, di halaman bangunan. ”Tujuannya agar pengunjung tahu kalau alas makan yang mereka pakai bentuk pohonnya seperti itu. Kan, belum tentu semua tahu bentuk pohon pisang seperti apa,” tutur Wawan ketika kami berkunjung ke Alas Daun, pertengahan Juni.
Begitu tiba di tempat yang beralamat di Jalan Citarum ini, kita akan memasuki bangunan yang berarsitektur khas zaman Belanda. Di bagian yang menjadi dapur bangunan tersebut, pengunjung akan melihat puluhan menu makanan yang terdiri dari lalap (sayuran mentah) lengkap dengan beragam sambal, sayuran yang ditumis, serta berbagai daging.
Untuk ikan dan jenis makanan laut lainnya yang disediakan dalam kondisi mentah, bisa dipilih cara olahan yang diinginkan, seperti digoreng atau dibakar.
Jenis makanan yang tersaji tidak semuanya makanan Sunda meski rumah makan ini berada di Kota Bandung. Wawan memilih menyajikan nuansa Indonesia dengan menyediakan jenis menu dari daerah lain, seperti tumis bunga pepaya yang biasa kita jumpai di restoran masakan Manado atau sate pusut yang merupakan masakan khas Lombok.
Selain itu, juga ada beberapa menu yang sudah jarang ditemukan, seperti tutut/siput yang dimasak dengan bumbu kuning. Tumis tutut ini menjadi salah satu dari total 200 menu yang dimiliki Alas Daun.
Meski sayur dan lauk pauk disediakan hingga puluhan jenis setiap harinya, jangan heran kalau di dapur ini tidak akan dijumpai nasi. Nasi putih akan langsung diantarkan ke meja setelah pengunjung selesai memesan menu lain.
Dan yang menjadi ciri khas di sini: di meja tidak disediakan piring. Sesuai nama tempatnya, pengunjung akan makan beralaskan daun pisang yang dihamparkan begitu saja di setiap meja, tanpa tambahan alas apa pun, seperti piring dari rotan yang biasa dijumpai di tempat makan lain. Nasinya sendiri akan langsung dituangkan pramusaji dari boboko (tempat nasi dari anyaman rotan) yang akan selalu dibawa berkeliling dari satu meja ke meja lain.
”Kami berusaha menyajikan warisan nenek moyang dengan menggunakan daun sebagai tempat makan,” kata Wawan.
Walaupun berbagai jenis daun pisang bisa dipakai sebagai tempat makan, Wawan lebih memilih menggunakan daun pisang kepok karena daunnya yang tebal dan lebar. Daun pisang jenis ini masih sangat mudah dijumpai di pasar-pasar di Kota Bandung.
”Kalaupun persediaan di Bandung menipis, masih ada daerah-daerah lain penghasil daun pisang, seperti Garut, Subang, dan Majalengka,” ujar Wawan yang bekerja sama dengan lima penyalur daun pisang di Bandung.
Sebelum digelar di meja, lembaran-lembaran daun ini dibersihkan hingga tiga tahap. Selain dibersihkan dengan air, daun-daun tersebut dibersihkan dengan lap khusus agar higienis.
”Terkadang ada pengunjung yang bertanya, daun pisangnya bisa dipakai sampai berapa kali. Saya jawab saja sambil guyon, bisa sampai tiga kali, ha-ha-ha,” kata Wawan sambil memastikan setiap helai daun bekas pakai akan langsung dibuang.
Dapur terbuka
Selain memakai daun sebagai tempat makan, konsep dapur terbuka juga digunakan Alas Daun untuk menarik pengunjung. Di antara deretan menu yang disajikan di dapur, pembeli juga bisa melihat proses pengolahan makanan, seperti lauk pauk yang digoreng atau dibakar.
”Saya ingin proses mengolah makanan di sini menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung. Artinya, dapur tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk diperlihatkan. Selain sebagai hiburan untuk mereka, saya juga ingin pengunjung mengetahui bahwa makanan yang mereka makan diolah dengan higienis,” tutur Wawan.
Dengan berbagai keunikan konsep yang ditawarkannya, Wawan sudah mendapat tawaran membuka rumah makan yang sama di luar Kota Bandung bahkan hingga mancanegara ketika tempat yang dibangunnya baru berusia dua bulan.
Diakui Wawan, untuk membuka rumah makan di Bandung yang terkenal sebagai destinasi wisata kuliner, dibutuhkan konsep unik yang bisa menarik perhatian pengunjung selain makanan yang enak dan tempat yang nyaman. Untuk itu, alih-alih menggaet kelas menengah ke atas, Wawan menargetkan kelas menengah ke bawah untuk datang ke tempatnya.
14 Jul 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar