Para petani cabai di wilayah pertanian lereng Merapi yang masuk wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengeluhkan anjloknya harga cabai di tingkat petani pada panen raya pertama kali ini.
Pairin, petani cabai di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Minggu megungkapkan, cabai yang dipanennya hanya dihargai Rp 3.000 per kilogram, atau turun sekitar 90 persen dari masa panen sebelumnya yang mencapai Rp 40 ribu per kilogramnya.
"Saya kurang tahu kenapa harga cabai di tingkat petani kini sangat rendah jika dibanding sebelumnya, padahal, di pasaran harga cabai kembali naik menjelang bulan puasa tahun ini," katanya.
Rendahnya harga cabai ini, tetap disyukuri para petani di Desa Balerante karena mereka masih bisa mendulang untung dari komoditi yang ditanamnya itu, meski jumlahnya sedikit.
"Alhamdulillah kami tidak rugi dan masih untung meski sedikit, sebab, menanam cabai di lahan yang terdampak letusan Merapi 2010 lalu tidak membutuhkan banyak pupuk, jadi biaya penanaman tidak mahal," jelasnya.
Menurutnya, penanaman padi yang dilakukan petani kali ini menggunakan pupuk kandang yang dibuat sendiri, serta tak membutuhkan obat pestisida karena tingkat serangan hama penyakitnya bisa dikatakan hampir tidak ada.
Senada, Darmo, petani lain di Desa Balerante mengeluhkan cabai hasil panenannya yang dihargai rendah oleh para spekulan.
"Kami petani tak bisa berbuat apa-apa dalam menentukan harga cabai, karena semua tergantung oleh pembeli. Masih bagus ada yang mau membeli cabai kami, kalau tidak, ya hanya akan dipakai sendiri, itupun tak bisa disimpan dalam waktu lama karena rentan busuk," ujarnya.
Sementara itu, harga cabai di pasaran Klaten mulai merangkak naik sejak dua minggu terakhir, yakni cabai rawit merah yang semula Rp 20 ribu per kilogram, kini mencapai Rp 25 ribu per kilogram, cabai keriting merah kini Rp 4.500 per kilogram, dari sebelumnya Rp 3.000 per kilogram, serta cabai lalap hijau semula Rp 6.000, kini Rp 7.000 per kilogram.
Kenaikan harga cabai ini, dinilai Darmo sangat ironis jika dibandingkan dengan harga cabai di tingkat petani yang justru anjlok, karena dengan kondisi seperti ini justru mengindikasikan adanya kesewenangan dari para spekulan.
10 Jul 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar