Pemerintah mengklaim telah melakukan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia. Meski demikian, masih ada saja kasus TKI yang bermunculan. Menkum HAM Patrialis Akbar pun meminta agar kasus TKI tidak digoreng-goreng alias dipermainkan di media.
"Yang jelas perlindungan itu sudah sangat jelas. Makanya saya mohon jangan goreng-menggoreng di koran-koran, pengamat-pengamat," kata Patrialis.
Berikut ini wawancara wartawan dengan Patrialis di kantor Kemenkum HAM, Jl Rasuna Said, Jaksel, Senin (20/6/2011):
Soal Ruyati apakah itu kecolongan?
Sebetulnya kecolongan itu di mana? Pemerintah Saudi Arabia yang tidak beri tahu pada kita. Aturan internasionalnya kan seharusnya diberi tahu baik melalui Kemenlu maupun kedutaannya.
Masih ada 23 orang lagi yang terancam hukuman mati di Saudi. Apa langkah pemerintah?
Saya kan sudah pernah mengunjungi Arab dan bertemu dengan Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, dan Komnas HAM. Mereka berjanji akan mengkomunikasikan keluarga korban yang terbunuh untuk memberikan maaf, tapi harus ada denda. Nah baru pemerintah sana memberikan maaf atas nama negara. Tapi kalau negara belum (memberikan maaf) maka tidak bisalah ini.
Apalagi keluarganya semuanya menolak (memberi maaf), kita nggak bisa intervensi juga.
Terkait TKI Darsem yang semakin mendekati jatuh tempo pembayaran diyat (denda), bagaimana?
Ini kita sama-sama untuk mengumpulkan denda Rp 4 miliar itu. Kalau tidak, ada kemungkinan diekseskusi. Tapi saya belum tahu waktunya kapan. Nanti kita minta penjelasan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada bulan Juli ini.
Kesulitannnya apa?
Uangnya itu belum kita dapat. Nanti kita bicarakan. Saya terima kasih sama masyarakat yang sudah mengumpulkan, nanti akan diambil kebijakan. Saya tidak bisa sendiri. Nanti saya bicara dengan Kemenlu dan BNP2TKI.
Mengenai pernyataan Presiden di ILO tentang TKI?
Komentar presiden itu sudah tepat karena pemerintah sudah maksimal memberikan perlindungan tapi pemerintah tidak bisa menjamin orang per orang. Pemerintah harus komunikasi intensif terus menerus. Itu dilakukan. Contoh seperti Arab Saudi, mereka sudah datang ke sini untuk membicarakan itu.
Yang salah apa?
Ya kita tidak bisa menjamin orang per orang. Karena itu pribadi orang masing-masing, masak pemerintah yang disalahkan.
Di sana sudah sesuai proses. Ruyati itu juga sudah mengakui kesalahannya. Yang jelas perlindungan itu sudah sangat jelas. Makanya saya mohon jangan goreng-menggoreng di koran-koran, pengamat-pengamat.
Tegasnya bagaimana dengan 23 orang lagi yang terancam hukuman mati?
Pembicaraan kita dengan Arab Saudi memang begitu. Mereka mengupayakan lembaga maaf dimaksimalkan dulu sebelum eksekusi dilakukan. Kan tidak hanya membunuh warga Arab Saudi saja, tapi WNI juga bunuh WNI. Mereka memaafkan apa tidak kan itu terserah keluarga korban.
20 Jun 2011
Patrialis Akbar Kasus TKI Jangan Goreng-Menggoreng
Label:
internasional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar