28 Jun 2011
Digelar Sebuah Keluarga di Nganjuk Tradisi 'Angon Putu'
Angon Putu atau menggembala cucu, sebuah tradisi warisan Keraton Surakarta Hadiningrat juga digelar sebuah keluarga di Nganjuk, Jawa Timur.
Mbah Kasiem (74), warga Desa Putren Nganjuk bisa menggelar prosesi budaya yang hampir punah itu karena memiliki cucu lebih 25 orang. Tradisi tersebut berisi nilai ajaran tentang kearifan orangtua dalam membimbing keturunannya dan bisa hidup mandiri kelak.
Dalam prosesi yang menyedot perhatian publik itu, Mbah Kasiem yang telah menjanda karena suaminya, Masiran (68) meninggal diwakili oleh Juwadi, salah satu kerabat.
Sebelum tradisi angon putu dimulai terlebih dulu 13 anak dari pasangan Masiran dan Kasiem dikumpulkan bersama 26 cucu dan 9 cicit atau buyut.
Pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh kasiem usai berdoa, kemuadian makanan dibagikan ke anak cucu dan cicitnya.
Usai makan kesemuanya melakukan sungkem ke kakek neneknya sebagai ucapan maaf dan terimakasih, tak lupa semuanya juga diberi uang oleh Kasiem sebesar Rp 10.000 sebagai bekal angon nanti.
Pengembalaan cucu dimulai dengan pukulan cemeti yang dibawa oleh Kasiem, sebagai petanda Kasiem menggiring anak cucu dan cicitnya.
Rombongan si mbah itu menuju ke Pasar Wage dengan menumpang kereta kelinci, yang jaraknya sekitar 1 Kilometer. Tak ketinggal selama perjalanan Mbah Kasiem berulangkali melecutkan cemetinya ke jalanan hingga masuk ke komplek pasar.
Setiba di pasar, anak cucu dan cicitnya mulai dilepas untuk bisa mandiri mencari makanan sebagai bekal hidup.
"Tujuan mengadakan tradisi angon putu ini, sebagai bentuk rasa terimakasih kepada orang tua atas jasaanya dan sekaligus melestarikan budaya yang hamir punah," kata Antonius Sutrisno, anak pertama dari Mbah Kasiem kepada detiksurabaya.com, Selasa (28/6/11).
Setelah waktu 'menggembala' dirasa cukup, semua anak, cucu dan cicit Mbah Kasiem dipulangkan atau disebut dikandangkan.
Label:
budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar