Subscribe:

Labels

1 Jul 2011

PTN & PTS Bukti Diskriminasi SNMPTN:


30 Juni 2011, ratusan ribu peserta SNMPTN menantikan hasil ujian mereka. Bagaikan sidang di pengadilan, mereka rasanya tidak sabar menunggu keputusan. Apakah lulus atau melupakan impian menyandang gelar mahasiswa.

Tentu setiap keputusan adalah hasil terbaik. Tidak heran, bagi yang lulus menyambutnya penuh suka cita. Sedangkan, yang tidak lulus berduka, murung dan memendam kecewa. Sedih karena kehilangan kesempatan mencicipi bangku kuliah. Tapi, kompetisi selalu meninggalkan kemenangan dan kekalahan.

Berakhirnya SNMPTN menandai terbukanya masa baru pascapelajar. Hasil SNMPTN 2011 sendiri berhasil menjaring 118.233 calon mahasiswa dari 540.953 jumlah peserta SNMPTN jalur ujian tertulis/keterampilan. Jumlah tersebut terdiri dari 56.856 orang kelompok IPA dan 61.377 orang kelompok ujian IPS.

Fenomena maraknya keinginan masuk kampus negeri sulit terbantahkan. Apologi masyarakat Indonesia, kampus negeri lebih bagus kualitasnya dan biaya lebih terjangkau. Dampaknya, seringkali kampus swasta sepi peminat. Konteks ini, membuat banyak lulusan SMA/SMK/MA menetapkan pilihan hati mengikuti SNMPTN.

Secara jujur, eksistensi kampus negeri memang lebih bisa menarik minat. Maraknya keinginan mengikuti SNMPTN menjadi sebuah bukti. Itu belum menyusul agenda ujian jalur mandiri. Meski mahal, peminatnya masih saja banyak. Tuduhan liberalisasi pendidikan tak menggoyahkan jalur mandiri sepi peminat.

Subyektivitas memilih kampus negeri sebenarnya tidak selalu tepat. Kita dapat melihat, banyak kampus swasta Indonesia berkualitas dan berprestasi seperti Universitas Gunadarma dan Binus. Artinya, persepsi yang terbentuk di masyarakat seharusnya bisa terbantahkan. Jadi, dapat dikatakan kemantapan hati mahasiswa lebih cenderung persepsi masyarakat, pemerintah dan keinginan orangtua. Pertimbangan akreditasi dan ranking perguruan tinggi masih terpinggirkan.

Fakta itu semakin membuat miris, sebab pemerintah sendiri secara tidak langsung membantu penguatan opini publik. Dalam perkembangan RUU Perguruan Tinggi misalnya dari 82 pasal, hanya empat pasal mengatur pendidikan swasta. Kondisi ini merugikan kampus swasta sebab berdampak minat mahasiswa semakin rendah masuk kampus swasta.

Jika terus dibiarkan, diskriminasi kampus akan menghasilkan dampak negatif. Pertama, semakin terpinggirkannya kampus swasta yang notabene bentuk partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan. Termarginalkannya kampus swasta juga menghasilkan ekses makin menjauhnya cita–cita besar "mencerdaskan kehidupan bangsa". Sebab perlu diingat, daya tampung PTN terbatas.

Kedua, masyarakat akan semakin menciptakan diskriminasi negeri dan swasta. Masyarakat akan semakin mencitrakan diri PTN lebih bergengsi. Sehingga PTS akan dianggap kampus kelas dua dan hasil “buangan” calon mahasiswa yang gagal SPMB. Kondisi negatif ini bukan tidak mungkin menciptakan disparitas antarkampus.

Seharusnya pemerintah lebih memposisikan diri sebagai wasit. Sehingga jaminan kualitas dan biaya PTN dan PTS dapat berjalan pada posisi seimbang. Keseimbangan peran pemerintah membantu calon mahasiswa dapat lebih obyektif memilih.

Sebelumnya, penulis mengucapkan selamat bagi yang lulus SNMPTN. Untuk calon mahasiswa yang gagal, jangan putus asa. Berjuanglah kembali tahun depan atau mulai sekarang memilih kampus swasta berkualitas. Percayalah, pekerjaan pasca kampus adalah takdir yang harus diraih dengan tangan sendiri, bukan hanya mengandalkan predikat PTN dan PTS saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar